“dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu
berada di antara mereka. dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang
mereka meminta ampun” (QS al Anfal :33)
Kemaksiatan pasti
menimbulkan efek, sebagaimana racun yang merusak tubuh, maka maksiat adalah
sang perusak hati. Bilamana racun dapat mengantarkan seseorang pada kematian,
maka maksiat pun mampu mengantarkan seseorang pada matinya hati. Mari sejenak merenung;
Bukankah dosa dan maksiat yang menyebabkan
terusirnya ayah dan ibu kita, Adam dan Hawa dari surga, negeri yang penuh
kenikmatan, keindahan, dan kegembiraan menuju Bumi, tempat yang penuh
penderitaan, kesedihan, dan musibah?
Bukankah dosa dan
maksiat pula yang mengeluarkan Iblis dari kerajaan langit, sekaligus
menjadikannya terusir dan terlaknat? Iblis yang awalnya mulia menjadi terhina
lahir maupun batin, lahirnya dijadikan seburuk-buruk makhluk sedang batinnya
dijadikan oleh-Nya lebih buruk daripada lahirnya. Kedekatan Iblis pada Allah
berubah menjadi jauh, rahmat-Nya berubah menjadi laknat, keindahan berubah
menjadi keburukan, keimanan menjadi kekufuran, kemuliaan menjadi kehinaan, gema
tasbih, tahlil, dan penyucian berubah menjadi gema kekufuran, kesyirikan, dan
kedustaan. Maka Iblis menjadi makhluk terhina dan terendah kedudukannya
dihadapan Rabbnya.
Bukankah dosa dan
maksiat yang menyebabkan ditenggelamkannya kaum Nabi Nuh oleh banjir bandang bahkan gunung pun tenggelam olehnya?
Bukankah dosa dan
maksiat yang menyebabkan dikirimnya angin topan badai kepada kaum ‘Ad kaumnya
Nabi Hud, hingga mayat-mayat mereka jatuh bergelimpangan bagai pohon rubuh? Pun
tempat tinggal, hewan ternak, dan seluruh tanaman terkena imbasnya.
Bukankah dosa dan maksiat yang menyebabkan
dikirimnya suara menggelegar yang amat menyakitkan pada kaum Tsamud kaumnya
Nabi Shalih hingga jantung-jantung mereka terpotong selagi dalam rongga tubuh
hingga mereka binasa?
Bukankah dosa dan maksiat, yang menyebabkan
diadzabnya kaum Nabi Luth hingga diangkatnya satu desa tempat kediaman mereka,
kemudian dibalikkan beserta seluruh penduduk dan penghuninya, atas menjadi
bawah dan bawah menjadi atas, lantas dihempaskan kebawah. Ditambah hujaman dan
lemparan batu-batuan dari langit yang tidak berhenti hingga musnahlah kehidupan
kaum terlaknat itu? Pun sejumlah hukuman dijatuhkan serentak pada mereka,
hukuman yang belum pernah ditimpakan pada umat-umat sebelumnya. Maka pantas bila
orang-orang yang serupa dengan mereka akan mendapat ganjaran serupa.
Bukankah dosa dan maksiat yang menyebabkan
dikirimnya awan berlapis-lapis pada kaum Madyan kaumnya Nabi Syu’aib? hingga
ketika awan tersebut dekat diatas kepala mereka turunlah hujan api yang
menyala-nyala.
Bukankah dosa dan maksiat yang menyebabkan Fir’aun
dan bala tentaranya tenggelam dalam lautan? Lantas agar manusia dapat mengambil
pelajaran, Allah angkat jasadnya yang sampai sekarang masih bisa dilihat dan
ditengok.
Bukankah dosa dan maksiat yang menyebabkan ditenggelamkanya
Qarun beserta harta dan keluarganya?
Serta bukankah dosa dan maksiat yang membinasakan
generasi-generasi yang datang setelah Nabi Nuh, dengan berbagai jenis dan ragam
adzab yang menyakitkan bila didengar terlebih dirasa?
Imam Ahmad menceritakan atsar dari Abu Darda’
dalam kitab Az Zuhd dengan sanad yang shahih: “Tatkala Cyprus
ditaklukan aku (-yang menceritakan- ayah Abdurrahman bin Jubair bin Nufair) melihat Abu Darda’ duduk menangis seorang
diri. Aku bertanya ‘Wahai Abu Darda’ apa sebab engkau menangis dihari Allah
memuliakan islam dan pemeluknya ini? Maka beliaupun menjawab ‘Celaka kamu wahai
jubair, betapa hinanya manusia dihadapan Allah tatkala mereka mengabaikan perintah-Nya,
tidakkah kau tahu mereka ini adalah umat yang kuat, tangguh, perkasa serta
memiliki kerajaan, namun ketika mereka mengabaikan perintah Allah, mereka
menjadi seperti yang engkau lihat sekarang”
Disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad dengan
jalur yang tsabit, dari Ummu Salamah ia berkata: “Aku pernah
mendengar Nabi bersabda; ‘jika tampak jelas berbagai kemaksiatan pada ummatku,
maka Allah akan menyamaratakan adzab dari sisi-Nya kepada mereka semua’
kemudian aku bertanya ‘wahai Rasulullah, bukankah ada orang-orang shalih
diantara mereka? Beliau menjawab ‘benar’ ‘lantas apa yang terjadi pada
mereka.?’ lanjutku, Beliau menjelaskan ‘saat itu mereka ditimpa bencana seperti
halnya yang lain, namun mereka akan mendapat ampunan dan keridhaan dari Allah.”
Dalam sebuah hadist hasan kitab Sunan Ibnu
Majah, dari Abdullah bin Umar bin al Khattab dia mengatakan: ‘Aku adalah
orang kesepuluh dari sepuluh orang Muhajirin yang ada disisi Rasulullah. Ketika
itu beliau menghadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda “Hai kaum Muhajirin,
aku berlindung kepada Allah dari lima perkara dan semoga kalian tidak
mengalaminya. Tidaklah tampak perbuatan keji(zina) pada suatu kaum,
sampai-sampai mereka melakukannya secara terang-terangan, melainkan mereka akan
ditimpa cobaan berupa berbagai wabah tha’un dan penyakit yang belum pernah
dialami orang-orang sebelum mereka. Tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan
timbangan, melainkan mereka akan ditimpa cobaan berupa kekeringan selama
bertahun-tahun, paceklik dan penguasa yang dzalim. Tidaklah suatu kaum menolak
membayar zakat dari harta yang mereka miliki melainkan cuarahan air dari langit
akan ditahan bahkan sekiranya bukan karena binatang ternak, niscaya tidak akan
turun hujan kepada mereka. Tidaklah suatu kaum melanggar janji, melainkan Allah
akan menjadikan musuh bagi mereka dari golongan lain yang akan mengambil
sebagian harta yang ada ditangan mereka. Tidaklah para imam mereka mengabaikan
apa yang Allah turunkan dalam kitab-Nya, melainkan Allah akan menjadikan mereka
saling bermusuhan”.
Banyak hadist yang senada dengan hadist-hadist
diatas, intinya adalah kemaksiatanlah yang menjadi sebab dari banyaknya musibah
dan adzab yang Allah timpakan bagi manusia, Al Hasan berkata “Demi Allah,
sesungguhnya bencana itu tidak lain adalah hukuman dari Allah untuk manusia”.
Pada era yang menjunjung tinggi teknologi ini,
kita dapati dunia melalui ‘media’nya; baik TV, radio, sosmed, dan berbagai
media lainnya, seolah menggiring manusia terutama kawula muda untuk terbiasa
dengan kemaksiatan, bila di era 70-an masih jarang kita dapati laki-laki dan
perempuan non-mahram boncengan dan kongkow bersama, maka di era ini
seolah segala kemaksiatan menjadi wajar, bahkan sebaliknya, zaman ini adalah
zaman dimana anak muda yang tidak pacaran disebut aneh dan tidak laku. Zaman
dimana anak muda yang tidak minum minuman keras disebut kuno. Dan zaman dimana
orang baik lagi shalih disebut sok suci. Semua hal diatas tak lain
adalah ulah media yang sekali lagi bertujuan merusak generasi islam, yang bila tidak
ditanggulangi dengan tepat akan bermuara pada satu hal ‘runtuhnya kejayaan
islam’.
Dunia mengakui bahwa Indonesia adalah negara yang
makmur nan kaya raya, mencari makan konon cukup dengan kail dan jala, kayu
ditanampun tumbuh sebegitu lebatnya, namun coba tengok apa yang kita dapatkan?
Makmurkah? Tenteramkah? Penyebabnya bisa jadi karena merebaknya kemaksiatan dan
diamnya masyarakat atas itu.
Maka surat Ali Imran ayat 110 menjadi jaminan, bahwa
jika ingin islam kembali mulia dan umat nya menjadi umat yang terbaik maka ‘amar
ma’ruf nahi munkar’ adalah solusi terbaik dalam mengatasi jutaan masalah
dunia. Allah berfirman:
“Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli
kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS Ali Imran 110)
Maka sekali lagi, bisa jadi banyaknya musibah dan
bencana dinegeri tercinta adalah akibat dari kemaksiatan yang menjamur dan
merajalela oleh para pejabat maupun penduduknya. Wallahul Musta’an (Rosyid
Abdurrohman diringkas dari kitab Ad Da’ wa Dawa’)
0 komentar:
Posting Komentar